Dua buku berkualitas karya Forum Lingkar Pena Malang

"Ada Kisah di Setiap Jejak" adalah buku kumpulan kisah nyata inspiratif, dan "Perempuan Merah dan Lelaki Haru" adalah buku kumpulan cerpen berkualitas. Hanya dijual online.

Ebook Gratis - Seminar - Workshop

Download Gratis Ebooknya di http://pustaka-ebook.com/pnbb-e-book-15-8-rahasia-sukses-ujian-nasional

Kebahagiaan dan Kedamaian Hati tergantung Keputusan Anda Sendiri

Kami hanya bisa membantu pribadi-pribadi yang mau berubah dan bersedia dibantu

Kripik untuk Jiwa - Renyah Dibaca, Bergizi dan Gurih Maknanya

Buku ringan berisi kiat-kiat mudah berubah menjadi bahagia dan membahagiakan

Inspirasi - Harmoni - Solusi

Berbagi inspirasi ... Membangun keselarasan ... Menawarkan solusi

Kamis, 15 September 2022

Bullying - Tak Bisa Dilupakan tapi Harus Diikhlaskan

Pernahkah Anda bertemu dengan seseorang yang pendiam, jalannya lempeng dengan pandangan lurus ke depan, tidak melihat kanan-kiri? Orang yang tidak mau membalas senyum Anda, melengos, enggan menegur Anda saat bertemu. Saat Anda berusaha mengajaknya ngobrol dia hanya menjawab singkat, seakan berusaha secepatnya menyudahi obrolan, hanya memandang Anda sekilas.

Anda mungkin menganggap orang tersebut sombong, atau angkuh...

Sebenarnya dia sama sekali tidak sombong, justru sebaliknya. Dia sangat rendah diri.

Kesombongan yang terlihat hanyalah cara dia untuk menghadapi ketakutannya.

Dia tidak membalas senyum Anda karena ragu apakah senyum itu untuknya. Dia merasa tidak layak mendapatkan senyuman Anda, maupun dari semua orang. Dia takut dianggap ke-GR-an.

Dia enggan berkomunikasi dengan orang lain, meskipun sangat menginginkannya, karena merasa tidak pantas. Dia tidak tahu harus membicarakan apa dengan orang lain, selalu takut akan mengatakan hal-hal yang dianggap bodoh dan akan ditertawakan, atau sebaliknya, khawatir mengeluarkan kata-kata yang menyinggung perasaan, atau kata-kata membosankan yang tidak menarik. Dia sendiri mudah tersinggung, seringkali merasa diejek atau jadi sasaran ejekan, padahal belum tentu juga dia yanng dituju, atau belum tentu kata-kata yang dia dengar adalah bermaksud mengejeknya. Pokoknya dia selalu berpikir negatif kepada orang lain.

Apakah karena dia intovert?

Hmmm...Dia suka berada di kerumunan orang banyak, meskipun berusaha tidak terlihat dan lebih suka diabaikan kehadirannya. Dia merasakan lebih bersemangat bersama banyak orang, dan merasa tertekan saat harus sendirian di suatu tempat. Ketika sedih atau galau dia akan keluar ke tempat-tempat umum, meskipun tidak berinteraksi dengan satu orang pun. Sepertinya ciri-ciri itu menunjukkan bahwa dia seorang extrovert, bukan introvert.

Mengapa dia bisa begitu?

Karena trauma masa lalu. Dia korban bullying. Perundungan.

Dia lahir dengan jidat keluar lebih dulu sehingga bentuk kepalanya jadi aneh. Peang. Seperti penderita hydrosefalus.

Sejak kecil dia sering diejek, atau dikomentari, atau menerima tatapan mata geli dari orang-orang yang heran melihat kepalanya yang aneh.

“Lihat anak itu...Kepalanya aneh...”

“Ndase koyok tempe...”

“Hey...Ndas gentong!!”

“Motone mendolo...”

Orang tua mengometari bentuk kepalanya yang aneh, anak-anak mentertawakannya. Banyak juga teman-teman sebaya yang mengganggunya secara fisik.

Bertahun-tahun dia merasakan itu. Sehingga membentuk mentalnya jadi sangat rendah diri. Begitu dahsyat pengaruh perundungan terhadap mentalnya.

Dia adalah saya. Korban perundungan di masa kecil, yang mampu memperbaiki diri.

Semua itu masa lalu. Perundungan itu saya alami saat kecil dan menjelang remaja. Namun dampaknya saya rasakan sampai dewasa. Entah kenapa, saya tidak pernah mengeluhkan yang saya rasakan kepada Bapak dan Ibu. Mungkin karena saya kasihan kepada mereka, sudah terlalu lelah bekerja. Saya telan sendiri semuanya.

Saya tidak menyesalinya, justru bersyukur terhadap segala apa yang pernah saya alami. Sekarang saya jadi lebih mempunyai empati terhadap para korban perundungan di masa kecil, karena mengalaminya sendiri. Empati itulah senjata utama saya untuk membantu mereka menjadi lebih baik dan bahagia. Mampu memandang masa depan dengan optimis, menjalani hidup dengan percaya diri.

Wahai para orang tua, jangan remehkan perundungan yang dialami anak-anak Anda. Sekecil apapun sangat menyakitkan bagi mereka. Melukai mental. Membekas. Mereka butuh tindakan khusus untuk menyembuhkan luka itu, serius.

Jangan minta anak-anak Anda melupakan perundungan yang mereka alami. Itu bukan solusi, justru berpotensi membebani jiwa mereka dalam alam bawah sadarnya. Luangkan waktu lebih banyak untuk mendampingi mereka, ajak bicara, dengarkan. Jangan terlalu banyak menceramahi mereka, jangan sok tahu perasaan mereka sebelum Anda mendengar lebih banyak.

Wahai para korban perundungan, jangan simpan luka Anda! Terima, bersihkan, dan ikhlaslah. Anda tidak perlu melupakan peristiwa itu, karena akan tetap jadi masa lalu Anda, selamanya. Terima saja, akui. Maafkan semua orang yang berkontribusi dalam perundungan itu, ikhlaskan. Memang berat, tapi hidup Anda jadi lebih berat jika tidak ikhlas.

Saya korban perundungan, sekarang saya bahagia. Kalau saya bisa, Anda pasti bisa. Saya siap membantu.

Senin, 05 September 2022

Pelayanan Prima - Menerjang Batas

 



“Pak Dian, Pak Fulan mau ketemu Bapak” Si Cantik menemui saya.

“Maaf, saya tidak bisa menemuinya sekarang. Sampaikan saja padanya 3 pesan saya. Pertama, tolong dia pasang ucapan terima kasih kepada perusahaan kita di media cetak tentang pelayanan yang sangat baik. Yang kedua, jangan sampaikan ke siapapun masalah dia ini karena layanan ini hanya untuk dia sekali saja. Yang ketiga, bila dia menghadapi masalah yang sama seperti ini saya tidak lagi bisa bantu.”

Pak Fulan (nama disamarkan, dan juga karena saya lupa hehehe) adalah pelanggan kami yang mendapat masalah sehingga mengalami kerugian puluhan juta. Seperti yang saya sampaikan dalam ‘Pelayanan Prima – Empati’, saya menemukan celah untuk membantu dia terhindar dari kerugian, meskipun secara prosedur itu hampir tidak mungkin bisa dilakukan karena ada unsur kelalaian dia juga.

Saya menemukan fakta bahwa ada sedikit prosedur yang terlewati, tidak dilakukan perusahaan kami. Sebenarnya bagi pelanggan normal, terlewatinya prosedur itu tidak akan menimbulkan masalah. Namun bagi Pak Fulan tidak demikian. Dia bukan pelanggan biasa. Dia adalah pelaku bisnis yang menggunakan produk kami sebagai komoditas bisnisnya. Meskipun dia melakukan kelalaian, ada sedikit hak yang tidak dia dapatkan.

Fakta itulah yang jadi alasan saya meminta perlakuan khusus untuk Pak Fulan sebagai solusi masalahnya. Perlakuan khusus ini memang tidak sesuai prosedur, tapi tidak ada potensi kerugian pada perusahaan. Saya pun membuat surat resmi kepada pimpinan di kantor pusat. Saya sampaikan kronologi masalahnya dengan detil disertai argumentasi yang jelas.

Beberapa hari kemudian surat saya dijawab pimpinan, dan pengajuan saya disetujui. Alhamdulillah. Saya minta tolong si Cantik untuk menghubungi Pak Fulan guna menyampaikan kabar baik itu. Ternyata Pak Fulan datang ke galery kami. Saya enggan menemuinya karena merasa tidak ada lagi yang perlu dibicarakan dengannya. Selain itu saya mengira dia akan memberi saya sesuatu sebagai tanda terima kasih yang pantang bagi saya untuk menerimanya.

Benar perkiraan saya. Malam harinya ponsel saya berdering, nomor tidak dikenal.

“Selamat malam, dengan Pak Dian?” Suara laki-laki.

“Benar Pak, saya Dian”

“Saya Fulan Pak...Terima kasih banyak sudah dibantu” Wah si Cantik sepertinya memberikan nomor saya kepada Pak Fulan. Saya juga lupa berpesan untuk tidak memberikan nomor saya kepadanya.

“Sama-sama Pak Fulan. Saya senang bisa membantu Bapak”

“Maaf Pak Dian, tolong kirimkan nomor rekening Bapak...”

Saya menolak permintaannya. Dia memaksa, menurutnya itu suatu hal yang lumrah. Saya pun menjelaskan kepadanya bahwa semua yang saya lakukan adalah kewajiban saya, dan saya sudah mendapatkan imbalan dari perusahaan. Saya sampaikan ke dia agar rasa terima kasihnya diwujudkan dengan melaksanakan 3 pesan yang saya titipkan ke si Cantik.

“Ya sudah kalau Pak Dian tidak mau menerima. Tapi lain kali kalau butuh sesuatu bilang ke saya ya Pak. Barangkali saya bisa membantu”

Pelayanan prima bukanlah pelayanan yang sekadar menjalankan SOP, kaku. Dalam setiap masalah yang dialami pelanggan selalu ada detil-detil unik yang kadang-kadang bersifat anomali. Keunikan itulah yang bisa jadi dasar kita untuk sedikit ‘melanggar’ prosedur baku, sedikit keluar dari batas.

Sebenarnya saya bukan sekali ini saja terpaksa tidak menjalankan SOP demi pelayanan prima kepada pelanggan, dengan berbagai kasus yang berbeda. Namun hanya kasus ini yang melibatkan pimpinan pusat. Yang lainnya saya putuskan sendiri.

Saya berkeyakinan, selama tidak mengandung 3 unsur, kita boleh melanggar prosedur demi pelayanan prima.

Unsur tersebut adalah :

  1. Merugikan perusahaan
  2. Merugikan pelanggan
  3. Menguntungkan diri sendiri secara pribadi

Ketiga unsur inilah yang jadi pembeda tegas, antara pelayanan prima yang melanggar SOP dengan perilaku ‘hengki pengki’.

Oleh karena itulah saya menolak hadiah tanda terima kasih secara pribadi. Saya tidak mau hadiah-hadiah itu mengotori hati nurani.

Ada orang yang berpendapat bahwa menerima hadiah tanda terima kasih bukanlah tindakan korupsi, asal tidak memintanya dan tidak ada perjanjian sebelumnya.

Saya berbeda pendapat. Sekali saya melakukan unsur ketiga itu, maka akan tergoda untuk terus melakukannya. Maka saya pun akan mengabaikan larangan unsur pertama dan kedua, demi mendapatkan keuntungan pribadi. Tidak ada keuntungan pribadi dalam pelayanan prima, karena harus dilakukan dengan tulus dan ikhlas.

Sekarang, sebagai freelancer, tidak lagi terikat pada perusahaan, saya bebas menerima hadiah. Sebagai freelancer saya tidak lagi terikat larangan pertama dan ketiga, karena saya adalah perusahaan. Perusahaan yang harus diuntungkan asal tidak merugikan pelanggan, karena unsur kedua masih berlaku.


Kamis, 01 September 2022

Pelayanan Prima - Empati

Belasan tahun yang lalu, di suatu siang seorang anggota tim frontliner mendatangi saya, “Pak...ada pelanggan mau bertemu Bapak langsung, nggak mau pergi sebelum ketemu Bapak...”

Saya tersenyum memandang wajah cantiknya yang tampak jengkel bercampur cemas. Sembilan belas tim frontliner memang cantik dan pintar, memenuhi kriteria 3B (Brain, Beauty, Behavior), ada di bawah tanggung jawab saya termasuk untuk menjaga emosi dan kesehatan mental mereka.

“Apa yang terjadi...?” Saya bertanya dengan tetap senyum semanis mungkin. Saya yakin senyum saya bukanlah senyum genit, semoga demikian.

Maka dia pun menjelaskan masalah yang dialami oleh pelanggan, menceritakan apa yang sudah dia sampaikan kepada pelanggan tersebut, dan sambil merengut menyampaikan kegagalannya mengatasi masalah tersebut. Masalahnya sangat rumit, dan saya juga ragu akan bisa membantu pelanggan tersebut, tapi saya harus menyelesaikannya.

“Persilakan dia masuk ke ruang VIP, saya akan segera turun menemuinya...”

Si cantik pun turun dengan wajah yang sedikit agak lega. Saya sangat memahami kegundahan hatinya. Bayangkan saja sejak pagi dia harus menerima keluhan dari puluhan pelanggan yang datang ke galery pelayanan kami. Saya harus membantunya menyelesaikan masalah, membuatnya tenang sehingga bisa menangani pelanggan yang lain dengan tetap ramah dan manis.

Saya turun dan langsung menemui pelanggan, tersenyum menyalaminya dan memperkenalkan diri. Dia seorang pria seusia saya berpakaian kemeja sederhana, tipikal pengusaha menengah. Setelah saya persilakan duduk kembali, hanya dengan bertanya  “Bagaimana Pak...Apa yang bisa saya bantu...?”, dia sudah membanjirkan keluhannya. Saya hanya mendengar dengan ekspresi yang kuat, menunjukkan bahwa saya sangat memerhatikan masalahnya. Sesekali saya mengulang kata-katanya untuk meminta kepastian.

Saat dia berhenti bicara saya bertanya mengenai beberapa hal yang kurang jelas dari ceritanya, saya harus yakin sudah menerima semua detil masalah tanpa ada potongan yang tercecer. Sambil mendengarkan, pikiran saya juga berputar mencari berbagai alternatif solusi yang bisa saya tawarkan kepadanya.

Dari uraian panjangnya, awalnya saya menyimpulkan bahwa kalau mengikuti SOP (Standard Operational Procedure) saya tidak mungkin bisa membantunya, dan itu sudah disampaikan oleh si cantik kepada saya. Saya sampaikan hal tersebut kepada pelanggan, bahwa kerugian yang dia dapatkan karena kesalahannya sendiri, tentu saja dengan cara dan bahasa yang santun.

Namun saya yakin punya sesuatu yang bisa membantunya, maka saya beri dia ruang untuk membela diri, memancing semua argumentasi darinya. Sengaja saya lakukan hal tersebut karena yakin masih ada serpihan fakta yang belum saya dapatkan dari cerita panjangnya.

Ternyata benar, setelah berdiskusi beberapa menit, saya berhasil menemukan satu fakta yang bisa menjadi celah cahaya untuk menerangi jalan keluar bagi masalahnya. Saya sampaikan kepadanya bahwa akan melakukan ikhtiar maksimal agar bisa menyelesaikan masalahnya, dan memintanya untuk berdoa. Tapi saya juga menyampaikan bahwa tingkat keberhasilan ikhtiar saya adalah 50-50, bisa berhasil bisa tidak, dan saya minta dia siap menghadapi kemungkinan terburuk.

Dia bisa menerimanya, menyalami saya “Tolong ya Pak...!”, dan pergi. Alhamdulillah masalah besar sudah terselesaikan. Selesai...? Ya iya lah...Masalahnya tadi khan pelanggan itu tidak mau pergi, dan saya berhasil membuatnya pergi tanpa mengusirnya, dan membuatnya memiliki harapan menghadapi masalah.

Mohon maaf saya tidak bisa menceritakan detil masalah yang dialami pelanggan tersebut karena sangat sensitif terhadap kepentingan perusahaan, dan juga tidak penting untuk dibahas.

Pelanggan yang datang dengan masalah karena menganggap kita bisa membantunya, dan itu harus dipenuhi dulu. Bisa menyelesaikan atau tidak, kita harus menunjukkan dengan tulus kepadanya bahwa kita siap membantu. Dengan tulus...tidak sekadar menyampaikan kata-kata yang sudah kita hapal “kami siap membantu”. Kita harus bisa meyakinkan pelanggan bahwa kita sudah menampung semua detil masalahnya, semuanya sedetil mungkin. Untuk melakukannya kita harus benar-benar menghadirkan diri seutuhnya, pikiran dan hati, di hadapan pelanggan. Kita harus mampu menampung masalahnya secara logika maupun emosi. Itulah yang disebut empati.

Apakah saya berhasil membantu pelanggan tersebut? Apa yang harus saya lakukan ketika pelanggan itu akan memberi saya imbalan yang besar untuk penyelesaian masalahnya? (bersambung)


Rabu, 31 Agustus 2022

Pak Saelan - Sosok Umar Bakri

Saelan...Nama dalam satu kata. Kami memanggilnya Pak Saelan. Guru kami kelas enam di SDN Jemberkidul 1 (sekarang SDN Kepatihan 1), di Kabupaten Jember. Seingat saya, sejak saya masuk SD, Pak Saelan selalu menjadi guru kelas enam. Setelah saya lulus SD, saya tidak tahu apakah beliau tetap mengajar kelas enam atau sempat mengajar kelas lain.

Waktu masih kelas 5 saya sering mendengar rumor, dulu istilahnya pergunjingan, tentang beliau sebagai guru killer. Angker. Waktu itu saya takut membayangkan akan diajar beliau di kelas enam. Serem.

Saat kelas enam, diajar beliau, saya jadi bingung dan heran. Apanya yang killer...? Mananya yang angker..? Saya justru sangat menikmati cara beliau mengajar.

Sosok Inspiratif 

Beliau memang bukan guru yang ramah. Hampir tidak pernah senyum, apalagi tertawa. Disiplin waktu. Tiada hari tanpa ulangan. Namun saya rasakan keikhlasan yang sangat kuat dari sikap-sikapnya tersebut. Saya merasa bahagia di kelas beliau, dan saya yakin itu disebabkan pancaran gelombang kebahagiaan beliau, meskipun tanpa senyum.

Saya sangat terkesan pada cara beliau mengajar, metodenya unik. Mungkinkah saya terkesan karena waktu itu hampir selalu mendapatkan kepuasan meraih nilai tertinggi? Untuk setiap ulangan, setiap hari. Atau sebaliknya, keberhasilan meraih nilai tertinggi yang saya raih karena senang pada cara beliau mengajar, karena saya menikmati proses belajar?

Entahlah. 

Yang pasti sejak diajar beliau saya jadi bercita-cita jadi guru. Sejak itu saya jadi sering  membayangkan betapa bahagianya bila bisa berbagi ilmu kepada orang lain. Saya jadi sering membayangkan kebahagiaan jadi guru yang mencurahkan hidupnya untuk membimbing anak-anak, membantunya merajut masa depan. Sosok Pak Saelan yang menginspirasi cita-cita saya.

Sejak merasakan kelas Pak Saelan saya juga jadi suka mengamati cara mengajar guru. Seringkali saya membuat catatan tentang kelemahan-kelemahan metode pengajaran guru, dan membuat rekomendasi perbaikannya. Catatan pribadi, untuk kepentingan sendiri yang mungkin berguna ketika saya menjadi guru.

Namun sayangnya, Ibunda kurang setuju bila saya memilih profesi sebagai guru. Alasan utamanya adalah masalah ekonomi. Ibunda ragu seorang guru bisa cerah masa depannya. Saya patuh kepada Ibunda. Namun, meskipun tidak secara formal jadi guru, sampai sekarang saya selalu berusaha menggunakan kesempatan yang ada untuk mendapatkan kebahagiaan dengan berbagi ilmu, membimbing orang lain menjadi lebih baik, lebih bahagia.

Sosok Umar Bakri

Bagi saya Pak Saelan adalah ‘Umar Bakri’ yang sebenarnya. Waktu mengajar kami dulu motor Pak Saelan sudah tua, butut. Motor Pak Saelan tidak bisa melewati genangan air, pasti mogok. Padahal kalau musim hujan jalanan di sekitar rumah beliau sering terendam air. Maka beliau pun berangkat ke sekolah dengan mengendarai sepeda kumbang. 

Mendekati Ujian Nasional Pak Saelan memberi kami tambahan kelas di sore hari, les bimbingan belajar gratis. Di kota kami waktu itu seringkali hujan turun siang hari, dan ketika sore hujan reda. Bila siang hujan, sorenya Pak Saelan sering terlambat datang ke sekolah, karena harus mengayuh sepeda kumbang dari rumahnya yang lumayan jauh jaraknya dari sekolah. Kami yang sudah hadir semua dari halam sekolah akan memandangi datangnya Pak Saelan dengan sepeda kumbangnya. Mungkin beberapa orang teman ada yang memandang kedatangan Pak Saelan dengan perasaan kecewa karena les tidak jadi libur. Sedangkan saya saat itu, selalu memandang Pak Saelan di atas sepeda kumbangnya sebagai sosok Umar Bakri sejati, keren...Citra itu melekat dalam benak saya sampai saat ini.

Sosok Istimewa

Sampai saat ini Pak Saelan tidak tergantikan dalam benak saya. Sosok guru sederhana yang mendedikasikan hidupnya untuk mendidik. Saya sangat menghargai semua guru yang pernah mengajar saya. Saya yakin semua guru sudah ikhlas mengajar dan mendidik saya. Namun bagi saya Pak Saelan yang paling istimewa.

Pak Saelan manusia biasa, yang juga punya banyak kelemahan, kesalahan. Salah satunya adalah kebiasaan beliau merokok di dalam kelas. Beliau bisa menghabiskan berbatang-batang rokok setiap hari di dalam kelas. Kebiasaan yang saya benci. Saya sangat anti rokok, dan sulit untuk menghargai orang yang merokok di depan saya, bahkan kepada kerabat yang lebih tua sekalipun. Namun khusus untuk Pak Saelan saya bersikap beda. Saya tidak pernah mempermasalahkannya. 

Setiap kali mengenang Pak Saelan yang saya ingat adalah kesederhanaan dan komitmen mengajar yang tinggi. Semoga semua ilmu yang saya dapat dari beliau, inspirasi dan motivasi yang saya rasakan, menjadi amal jariyah untuk beliau. Pahala yang akan terus mengalir bagi beliau, sehingga membuat beliau mendapatkan kebahagiaan di alam kubur.