Anak
yang Aneh
Tidak seperti bayi pada
umumnya, saya terlahir pada posisi dahi keluar terlebih dahulu. Entah apakah
cara lahir tidak umum itu penyebabnya atau sebaliknya, kepala saya sangat besar
saat lahir. Ibu saya yang seorang Bidan dan dokter yang membantu persalinan
sempat khawatir saya menderita Hydrosephalus (penyakit kelainan genetika dengan
membesarnya batok kepala karena kelebihan cairan). Karena kondisi kepala saya
mengindikasikan penyakit itu, kepala besar tidak proporsional dan mata melotot.
Itulah yang diceritakan Ibu saat saya sudah sekolah SMP. Yang sangat saya
syukuri adalah bahwa saya tidak pernah merasa menjadi orang aneh saat di dalam
rumah. Bapak, Ibu dan saudara-saudara sangat menyayangi saya dan memperlakukan
seperti anak normal yang sehat. Meskipun di luar rumah banyak orang memandang
aneh dan anak-anak kecil menyoraki saya sebagai anak aneh. Pernah saat sudah
dewasa saya harus mewakili Bapak menghadiri undangan Tahlilan tetangga, saya
berbincang dengan seorang tetangga jauh yang sudah tua yang saat itu duduk di
sebelah saya.
“Rumahnya mana mas?”
“Rumah nomor satu pak…”
“Lho…Apanya pak Nur?”
“Saya anak yang nomor
dua”
Si Bapak melihat saya
lama, berusaha mengingat-ingat.
“Oooo yang dulu waktu
masih kecil tidak normal ya…….?”
Saya hanya mengangguk
sambil tersenyum kecut. Mungkin melihat senyum kecut saya si Bapak berusaha
menetralisir kalimatnya : “Tapi sekarang ganteng kok…”
Saat masuk TK,
teman-teman baru saya sudah mengejek kepala saya seperti tempe. Pada hari
pertama sekolah saya pulang dengan menangis dan merajuk tidak mau masuk sekolah
lagi. Akhirnya setelah dibujuk Bapak dan Ibu saya mau sekolah lagi. Sejak itu
saya berusaha tidak menggubris apapun yang dikatakan orang tentang bentuk
kepala saya.
Waktu SD dan SMP
julukan saya “Ndas Genthong”. Waktu SMA saya dijuluki “Ndas Cebuk”
(Cebuk:gayung). Meskipun berusaha tidak menggubris, sedikit banyak ejekan-ejekan itu mempengaruhi kepribadian saya. Pengaruh negatifnya adalah
saya menjadi anak yang minder dan kurang percaya diri. Pengaruh positifnya
adalah saya menjadi semangat belajar
untuk menunjukkan kepada orang-orang yang mengejek saya bahwa kepala
saya besar karena isinya berkualitas.
Saya adalah anak aneh
yang minder tapi semangat belajar.
Anak
yang Bersahabat dengan Obat dan Jarum Suntik
Saya tidak ingat pasti tahun
berapa, tidak ingat pastinya saat itu berapa usia saya. Tapi saya sangat ingat
bahwa sebelum SD saya sangat akrab dengan obat dan jarum suntik. Saya sangat
mengingat bentuk obatnya dan bentuk alat suntiknya.
Karena menderita
Bronchitis Acut saya harus sering difoto rongent. Saya sangat mengingat
beberapa kali sebulan saya bersama Ibu naik angkutan umum ke rumah sakit. Tidak
hanya difoto, tapi juga diambil darah saya menggunakan alat suntik. Di rumah
setiap hari Ibu yang menyuntik saya. Saya sangat suka makan telur, saya
mendapat satu telur ayam kampung bila saya mau disuntik.
Sembuh dari Bronchitis,
saya sakit peradangan amandel. Sekali lagi saya harus sering ke rumah sakit,
disuntik dan harus minum berbutir-butir tablet yang waktu itu di mata saya
terlihat sangat besar.
Dalam jarak waktu yang
tidak terlalu jauh saya juga pernah menderita Typhus sehingga harus Bedrest
berminggu-minggu. Untuk buang air kecil dan besar saya harus digendong ke kamar
mandi. Tentu saja saya bertemu lagi dengan jarum suntik dan obat
berbutir-butir.
Secara bersamaan dengan
penyakit-penyakit dalam tersebut, saya juga menderita penyakit luar, penyakit
kulit. Saya menderita alergi terhadap telur,ikan, dan ayam. Makanan ,yang
sebenarnya sangat dibutuhkan oleh anak seusia saya saat itu, menyebabkan
tumbuhnya bisul-bisul kecil di kaki saya. Bisul-bisul itu sangat banyak dan
berisi nanah. Ketika pecah, cairan-cairan nanah campur darah itu lama sekali
keringnya. Begitu kambuh maka membutuhkan waktu lama untuk menyembuhkan borok
saya. Masih melekat di ingatan saya bagaimana Ibu dan Bapak secara bergantian
membersihkan borok saya dan memasang perban, hampir tiap malam. Segala macam
obat sudah dicoba untuk menyembuhkan borok saya. Mulai obat kimia sampai
herbal. Bahkan saya juga mencoba makan kadal yang dibakar dan dimasukkan
kapsul.
Dengan berbagai
penyakit tersebut, saya menjadi akrab dengan obat dan jarum suntik. Bila
anak-anak lain seusia saya masih sulit minum obat dan takut disuntik, saya
merasa minum obat dan disuntik adalah suatu hal yang biasa, suatu rutinitas
sehari-hari.Saya sudah bersahabat dengan obat dan jarum suntik saat belum usia
sekolah.
Anak
Aneh dan Penyakitan yang Dilimpahi Cinta dan Kasih Sayang
Seorang anak yang aneh,
sering dicemoh orang, dan sakit-sakitan tentu hidupnya menderita, sangat tidak
bahagia. Tapi tidak begitu yang saya rasakan. Memang ada masa-masa saya merasa
tertekan dengan keanehan dan penyakit saya. Tapi tekanan itu tidak sampai
mengisi sepertiga masa kecil saya. Sebagian besar saya rasakan kebahagiaan.
Karena saya lahir dan tumbuh di antara orang-orang yang sangat mencintai saya.
Ayah dan Ibu yang
selalu telaten merawat saya. Mereka tetap bangga dengan segala kekurangan saya.
Memang mereka sangat menjaga saya agar tidak terlalu sering bertemu dengan
orang-orang yang berpotensi mengejek keanehan saya. Saya selalu merasa istimewa
di hadapan Bapak dan Ibu.
Bapak,Ibu dan
saudara-saudara saya memberikan kekuatan sehingga saya bisa mengahadapi segala
ujian kehidupan pada usia yang sangat muda. Tuhan memberi saya ujian sekaligus
menganugerahkan segala kelengkapan untuk menghadapinya. ALHAMDULILLAH saya
lulus ujian.