Saat menceritakan temannya yang dia anggap bermasalah, nada
suara Coqi terdengar berat dan napasnya memburu sampai terengah-engah. Bahkan
dia memerlukan waktu agar bisa bernapas normal lagi selesai bercerita. Saya
juga menangkap sinar kebencian di matanya saat bercerita. Saya setuju dengan
Coqi bahwa temannya bermasalah, tapi Coqi sendiri sedang mengalami masalah yang
tidak kalah beratnya, dendam dan kebencian. Sebagai ayahnya saya tidak ingin
masalah Coqi berlarut-larut, harus segera ditangani, dibereskan. Saya tidak
ingin Coqi membawa terus dendam dan kebencian di hatinya. Tapi saya juga tidak
mungkin mengatakan “Kamu juga bermasalah lho Coqi!”, karena akan menambah beban
pikirannya. Saya ingin dia sadar dengan sendirinya bahwa ada sesuatu dalam
dirinya yang harus segera diubah jadi lebih baik. Saya sarankan dia mengajak
ngobrol temannya baik-baik, menggali informasi sebanyak-banyaknya.
“Hanya dengan cara itu Coqi bisa membuat dia berubah. Coqi
mau khan kalau dia berubah jadi lebih baik? “ Coqi mengangguk, tapi saya
rasakan keterpaksaan dalam sikapnya. “Ok…Besok laporkan bapak bagaimana
hasilnya…”
Hari berikutnya saya tidak sabar menunggu laporan dari Coqi.
Tapi saya berusaha menahan diri, tidak menunjukkan sikap antusias yang
berlebihan, agar Coqi tidak merasa terdesak dan tertekan. Sepulang sekolah,
setelah dia makan siang, saya tanyakan apa yang sudah dia lakukan di sekolah.
“Coqi sudah ngajak ngobrol si Fulan?”
“Sudah pak…Tapi dia jawabnya ngawur…” Coqi menjawab dengan
nada malas tanpa semangat. “Tapi tadi aku dapat kesempatan untuk balas dendam
pak….!!” Coqi kemudian meneruskan cerita dengan semangat bahwa ada temannya
yang berkelahi dengan si Fulan, dan Coqi menghalangi teman-teman yang lain
untuk melerai mereka sehingga membuat temannya tadi lebih leluasa menghajar si
Fulan. Saya biarkan Coqi menyelesaikan ceritanya yang dia sampaikan dengan
semangat menggebu.
“Coqi seneng banget si Fulan dihajar…Dendam banget ya…??”
Coqi diam,
memandangku. Meskipun samar saya menangkap kebencian dalam tatapannya.
“Iya nak…? Coqi sangat benci dan dendam kepada si Fulan?”
Saya bertanya sekali lagi.
“Aku yang paling sering diganggu di kelas pak…!! Padahal aku
tidak pernah mengganggu dia! Masak hanya ngelihat dia aja dia sudah marah dan
ngajak berkelahi…!!”
“Coqi tahu nggak kenapa gagal ngajak ngobrol Fulan secara
baik-baik? Karena di hati Coqi ada dendam dan kebencian. Dia merasakan itu lho
nak…Kalau Coqi ingin merubah dia jadi baik, Coqi harus menghilangkan dulu
perasaan dendam dan kebencian di hati Coqi…Coqi mau menghilangkannya?”
“Mau pak…” Coqi mengangguk pelan.
“Nggak enak khan nak menyimpan perasaan dendam dan
kebencian…?”
Sekali lagi Coqi mengangguk, kali ini lebih mantap.
“Ok…Besok pagi habis subuh Coqi terapi menghilangkan dendam
dan kebencian ya….?!”
(Bersambung)
0 komentar:
Posting Komentar