Dua buku berkualitas karya Forum Lingkar Pena Malang

"Ada Kisah di Setiap Jejak" adalah buku kumpulan kisah nyata inspiratif, dan "Perempuan Merah dan Lelaki Haru" adalah buku kumpulan cerpen berkualitas. Hanya dijual online.

Ebook Gratis - Seminar - Workshop

Download Gratis Ebooknya di http://pustaka-ebook.com/pnbb-e-book-15-8-rahasia-sukses-ujian-nasional

Kebahagiaan dan Kedamaian Hati tergantung Keputusan Anda Sendiri

Kami hanya bisa membantu pribadi-pribadi yang mau berubah dan bersedia dibantu

Kripik untuk Jiwa - Renyah Dibaca, Bergizi dan Gurih Maknanya

Buku ringan berisi kiat-kiat mudah berubah menjadi bahagia dan membahagiakan

Inspirasi - Harmoni - Solusi

Berbagi inspirasi ... Membangun keselarasan ... Menawarkan solusi

Minggu, 25 Mei 2014

Manfaat Gadget bagi Hanun?

Dalam tulisan sebelumnya (Manfaat Gadget bagi Coqi?) saya ‘tersengat’ ketika harus menjawab kuisioner dari sekolah Hanun tentang gadget. Saya menyadari bahwa ternyata sikap kami sebagai orang tua Coqi dan Hanun masih kurang tegas. Kami masih mengizinkan, bahkan sering membiarkan dalam waktu lama, Hanun memainkan gadget.

Bila Coqi sudah bisa mendapatkan manfaat dari gadget, untuk menulis melalui laptop, maka Hanun hanya bisa menggunakan gadget untuk bermain game, hanya untuk main game. Sebenarnya saya dan istri tidak memiliki gadget yang berisi game yang menarik, bahkan di smartphone kami tidak ada game yang bisa dimainkan, tetapi saat bertemu saudara-saudara sepupunya atau Om dan Tantenya Hanun kerap memainkan gadget mereka yang berisi permainan-permainan menarik.

Sejak menerima ‘kuisioner gadget’ itu saya berpikir panjang tentang manfaat gadget, termasuk game/permainan di dalamnya, bagi Hanun. Semakin panjang saya berpikir, semakin saya menemukan bahwa gadget tidak memiliki manfaat bagi Hanun kecuali untuk sarana komunikasi.

Mungkin ada orang, mungkin juga pakar/peneliti, yang berpendapat bahwa game atau permainan dalam gadget bisa memicu peningkatan IQ anak. Mungkin mereka benar memang ada manfaatnya, tapi lebih besar mana dengan dampak negatifnya? Permainan dalam gadget mungkin bisa meningkatkan kecerdasan intelektual, bagaimana dengan kecerdasan sosialnya? Kecerdasan emosionalnya? Kecerdasan spiritualnya?

Sebagai orang tua saya ingin Hanun menjadi pribadi yang bahagia dan membahagiakan, dan saya yakin itu tidak hanya ditopang kecerdasan intelektual semata. Bahkan lebih banyak orang bahagia yang memiliki IQ sedang tetapi EQ dan SQ-nya tinggi dibanding sebaliknya. Saya sangat tidak ingin Hanun menjadi orang yang update dalam hal technology (tidak gaptek) tapi gagap pergaulan atau gagap sosial.

Saya tidak tahu apakah para pakar dan peneliti yang berpendapat bahwa permainan game dalam gadget bisa meningkatkan IQ juga sudah melakukan penelitian pada permainan tradisional. Apakah mereka pernah melakukan penelitian pada permainan bekel, dakon, bentengan, gobak sodor?


Beberapa hari setelah menerima ‘kuisioner gadget’ saya membelikan Hanun seperangkat bekel dan dakon. Saya bukan peneliti, saya tidak punya ilmu dasar-dasar penelitian, tetapi saat melihat Hanun belajar memainkan bekel-nya saya lihat dia melatih syaraf motorik, menghitung, mengingat, kejujuran, dan berbagi, yang tidak mungkin didapat saat memainkan game dalam gadget

Manfaat Gadget bagi Coqi?

Beberapa bulan yang lalu saya mendapat kuisioner dari sekolah Hanun tentang gadget. Pertanyaannya hanya lima, tapi pada pertanyaan ketiga saya terhenti karena kesulitan menjawab.

Pertanyaan pertama : “Mulai usia berapa ananda diperkenankan memegang gadget?”

Saya menjawab tiga tahun. Saat menjawab pertanyaan pertama ini, sebelum membaca pertanyaan berikutnya perasaan saya sudah tidak enak. Dan benar, pertanyaan kedua sangat sulit dijawab.

Pertanyaan kedua : “Apa tujuan Ayah/Bunda memperkenankan ananda memegang gadget?”

Pikiran saya campur aduk karena tersadar bahwa selama ini banyak sikap kami mendidik Hanun yang tidak memiliki tujuan yang jelas. Saya berusaha berpikir, mencari jawaban yang jujur dan pantas untuk pertanyaan kedua ini. Akhirnya saya menuliskan jawaban :”sekedar memperkenalkan teknologi”

Pertanyaan ketiga : “Manfaat apa yang didapat ananda dari gadget?”

Pertanyaan ketiga ini tampak pendek, tapi bagi saya terasa panjang. Bagi saya makna sebenarnya dari pertanyaan ini adalah “Manfaat apa yang bisa diberikan gadget kepada ananda yang tidak bisa diberikan oleh benda lain, yang benar-benar penting dalam proses tumbuh kembang ananda secara fisik, mental, dan sosial”
Saya benar-benar tidak mampu menemukan jawaban pertanyaan ketiga ini, maka saya tulis “nihil”.

Saya berhenti berusaha menjawab kuisioner, dan mulai berusaha berpikir untuk introspeksi tentang sikap-sikap kami dalam mendidik anak-anak. Saya teringat sempat merasa kasihan kepada Coqi dan Hanun, saat berkumpul dengan saudara-saudara sepupu mereka yang memegang gadget canggih masing-masing, Coqi dan Hanun hanya memandang dan berusaha meminjam dengan wajah melas. Saya sempat bimbang apakah langkah kami tidak membelikan gadget untuk anak-anak itu benar. Karena itu meskipun Coqi dan Hanun tidak memiliki gadget, mereka sering saya biarkan memainkan gadget milik saya atau ibunya. Setelah membaca kuisioner saya semakin mantap untuk membatasi Coqi dan Hanun memainkan gadget.

Coqi sudah punya laptop sendiri yang dia beli menggunakan uang tabungan hasil mengumpulkan uang beasiswa saat dia SD. Kami memberlakukan aturan bahwa belajar dan mengoperasikan computer/laptop harus dilakukan di ruang belajar bersama sehingga bisa saling tahu apa yang dilakukan masing-masing. Saya akan tahu apa yang dilakukan Coqi dengan laptopnya, kecuali dia sendirian di ruang belajar, sebaliknya Coqi akan selalu tahu apa yang saya lakukan dengan laptop saya. Dengan cara ini, selain untuk fungsi pengawasan, saya bisa memotivasi Coqi untuk menulis. Bukankah pendidikan yang terbaik itu dengan teladan? ALHAMDULILLAH Coqi sudah mulai aktif menulis di blog-nya http://blackbazil.blogspot.com.

Coqi sudah menyampaikan permohonan izin membeli smartphone dengan menggunakan uang tabungannya. Saya mengizinkan dengan syarat nilai hasil Ujian Nasional SMP memuaskan, dan kelak tidak dibawa ke sekolah. Saya mengizinkan Coqi memiliki smartphone saat SMA karena saya merasakan ada manfaat baginya. Coqi yang bercita-cita menjadi journalist saat ini sering meminjam smartphone milik ibunya untuk searching informasi bahan tulisan (Coqi punya kebiasaan menulis secara manual bahan tulisannya di buku sebelum diketik). Dia bilang lebih praktis menggunakan smartphone dibanding laptop untuk mencari data dengan cepat. “Kalau pakai laptop itu aku khan harus menunggu saat loading awal, loading membuka aplikasi internet, keburu hilang ideku Pak…” Seandainya saya tidak melihat manfaat itu saya mungkin baru mengizinkan Coqi memiliki smartphone saat lulus SMA.


Bagaimana dengan Hanun? Akan saya bahas pada tulisan berikutnya.