Dalam
tulisan sebelumnya (Manfaat Gadget bagi Coqi?)
saya ‘tersengat’ ketika harus menjawab kuisioner dari sekolah Hanun tentang
gadget. Saya menyadari bahwa ternyata sikap kami sebagai orang tua Coqi dan
Hanun masih kurang tegas. Kami masih mengizinkan, bahkan sering membiarkan
dalam waktu lama, Hanun memainkan gadget.
Bila Coqi
sudah bisa mendapatkan manfaat dari gadget, untuk menulis melalui laptop, maka
Hanun hanya bisa menggunakan gadget untuk bermain game, hanya untuk main game.
Sebenarnya saya dan istri tidak memiliki gadget yang berisi game yang menarik,
bahkan di smartphone kami tidak ada game yang bisa dimainkan, tetapi saat
bertemu saudara-saudara sepupunya atau Om dan Tantenya Hanun kerap memainkan
gadget mereka yang berisi permainan-permainan menarik.
Sejak menerima
‘kuisioner gadget’ itu saya berpikir panjang tentang manfaat gadget, termasuk
game/permainan di dalamnya, bagi Hanun. Semakin panjang saya berpikir, semakin
saya menemukan bahwa gadget tidak memiliki manfaat bagi Hanun kecuali untuk
sarana komunikasi.
Mungkin ada
orang, mungkin juga pakar/peneliti, yang berpendapat bahwa game atau permainan
dalam gadget bisa memicu peningkatan IQ anak. Mungkin mereka benar memang ada
manfaatnya, tapi lebih besar mana dengan dampak negatifnya? Permainan dalam
gadget mungkin bisa meningkatkan kecerdasan intelektual, bagaimana dengan
kecerdasan sosialnya? Kecerdasan emosionalnya? Kecerdasan spiritualnya?
Sebagai orang
tua saya ingin Hanun menjadi pribadi yang bahagia dan membahagiakan, dan saya
yakin itu tidak hanya ditopang kecerdasan intelektual semata. Bahkan lebih
banyak orang bahagia yang memiliki IQ sedang tetapi EQ dan SQ-nya tinggi dibanding sebaliknya. Saya
sangat tidak ingin Hanun menjadi orang yang update dalam hal technology (tidak
gaptek) tapi gagap pergaulan atau gagap sosial.
Saya tidak
tahu apakah para pakar dan peneliti yang berpendapat bahwa permainan game dalam
gadget bisa meningkatkan IQ juga sudah melakukan penelitian pada permainan
tradisional. Apakah mereka pernah melakukan penelitian pada permainan bekel,
dakon, bentengan, gobak sodor?
Beberapa
hari setelah menerima ‘kuisioner gadget’ saya membelikan Hanun seperangkat
bekel dan dakon. Saya bukan peneliti, saya tidak punya ilmu dasar-dasar
penelitian, tetapi saat melihat Hanun belajar memainkan bekel-nya saya
lihat dia melatih syaraf motorik, menghitung, mengingat, kejujuran, dan
berbagi, yang tidak mungkin didapat saat memainkan game dalam gadget.
0 komentar:
Posting Komentar