Dua buku berkualitas karya Forum Lingkar Pena Malang

"Ada Kisah di Setiap Jejak" adalah buku kumpulan kisah nyata inspiratif, dan "Perempuan Merah dan Lelaki Haru" adalah buku kumpulan cerpen berkualitas. Hanya dijual online.

Ebook Gratis - Seminar - Workshop

Download Gratis Ebooknya di http://pustaka-ebook.com/pnbb-e-book-15-8-rahasia-sukses-ujian-nasional

Kebahagiaan dan Kedamaian Hati tergantung Keputusan Anda Sendiri

Kami hanya bisa membantu pribadi-pribadi yang mau berubah dan bersedia dibantu

Kripik untuk Jiwa - Renyah Dibaca, Bergizi dan Gurih Maknanya

Buku ringan berisi kiat-kiat mudah berubah menjadi bahagia dan membahagiakan

Inspirasi - Harmoni - Solusi

Berbagi inspirasi ... Membangun keselarasan ... Menawarkan solusi

Sabtu, 08 Maret 2014

Pentingkah Suara Saya?

Saya sangat prihatin dengan bertebarannya banner promo caleg yang bertebaran di pohon-pohon. Para  caleg itu memasang bannernya secara serampangan sehingga secara estetika sangat mengganggu. Semakin parah lagi sebagian besar mereka memasang bannernya dengan cara memaku ke pohon, menurut saya hal tersebut adalah tindakan biadab.

Saya pernah bekerja dalam team marketing, yang salah satu tugasnya adalah melakukan promo produk juga dalam bentuk banner outdoor. Dulu tidak pernah sekalipun saya izinkan team saya pasang banner dengan memaku pohon. Saya tegur keras bila ada yang melanggarnya.
Menurut saya sikap yang menyayangi dan tak mau menyakiti pohon bukanlah sikap berlebihan, karena sebagai manusia saya punya amanah untuk menyayangi seluruh alam ciptaan Tuhan.

Beberapa waktu yang lalu saya sangat kecewa karena mendapati wajah orang yang saya kenal dipaku di pohon. Orang itu adalah caleg yang saat ini sudah atau sedang menjadi anggota legislatif, yang rencananya akan saya pilih pada pemilu nanti. Saya segera mengirim pesan ke beberapa orang yang saya anggap bisa menyampaikan pesan saya kepada aleg tersebut. Saya kirimkan foto banner yang terpaku di pohon itu diiringi pesan “Salam dari pohon yang teraniaya”.

Beberapa saat kemudian saya mendapatkan balasan pesan yang kira-kira berbunyi :“Pesan sudah saya sampaikan, berikut balasan :  maaf dan terima kasih atas kritiknya”. Saat itu saya agak lega dan berharap segera ada perubahan.

Beberapa minggu kemudian kekecewaan saya memuncak karena banner wajah aleg yang saya kenal itu masih dengan arogannya menganiaya pohon.
Selain wajah caleg, hampir semua partai peserta PEMILU dengan pongahnya memaku banner kampanye mereka ke pohon, termasuk partai tempat caleg yang saya kenal tersebut. Saya mendapat jawaban dari beberapa kader partai tersebut bahwa itu perilaku team sukses bukan kader resmi partai. Maka saya sampaikan bahwa bila masalah kecil tapi penting seperti itu saja partai tidak bisa mengendalikan team suksesnya bagaimana mungkin partai itu pantas dipilih sebagai wakil rakyat?

Saya bereaksi hanya kepada satu partai itu, dan hanya kepada satu caleg itu karena saya menyayangkan tindakannya dan berharap mereka bisa berubah, karena saya berencana memilih mereka saat PEMILU nanti. Saya tidak peduli kepada caleg lain dan partai lain. Tapi kepedulian saya ternyata tidak bersambut. Pesan teguran saya tidak mereka gubris.


Saya sadar diri, apalah arti satu suara saya dibanding dua atau lebih suara orang-orang yang tidak peduli melihat pohon dianiaya. Apalah arti satu suara saya dibanding dua atau lebih suara orang-orang yang memilih mereka, dan yang tidak peduli mereka berbuat apapun saat proses kampanye. Bila saya tidak memilih, mereka hanya kehilangan satu suara, tidak ada pengaruh significant untuk mendapatkan kursi DPR. 
Saya memang layak diabaikan.

Pelatihan yang Membosankan, Sebuah Pengalaman Berharga

Beberapa tahun lalu, saat saya masih bekerja di sebuah perusahaan telekomunikasi terbesar di Indonesia, saya pernah mendapat perintah mengikuti pelatihan selama dua hari. Saat itu berlaku peraturan bahwa seluruh karyawan setiap tahun harus mengikuti pelatihan minimal dua persen dari seluruh jam kerjanya setahun. 

Saat itu akhir tahun dan target jam pelatihan saya belum terpenuhi, maka saya wajib mengikuti pelatihan “Administrasi Proyek” yang ternyata isi materinya tidak ada hubungan dengan pekerjaan saya sehari-hari. Bisa dibayangkan bagaimana membosankannya suasana pelatihan yang saya rasakan, dan ternyata juga dirasakan oleh hampir seluruh teman-teman saya karena pematerinya juga menyampaikan dengan cara yang membosankan..

Daripada tertidur, atau ngobrol dengan teman yang akan menyinggung pemateri, maka saya mulai menulis cerpen fiksi. Sebenarnya saat itu adalah untuk yang pertama kalinya saya menulis cerpen fiksi. Sambil duduk tegak posisi memperhatikan imajinasi saya melayang dan saya tulis semuanya. Ajaib, ternyata tulisan saya mengalir lancar.

Posisi tubuh saya yang menulis tanpa henti sepanjang pelatihan menyebabkan teman-teman ribut kebingungan. Hampir semua teman memandang saya heran, yang ada di benak mereka kemungkinan sama “Yang ditulis apa???”  Hampir seluruh teman saya, baik secara verbal maupun isyarat, minta dipinjami catatan saya untuk mereka salin. Saya hanya mengangguk dan memberi isyarat ‘ok’, sambil menahan tawa. 

Selesai pelatihan cerpen saya rampung sembilan puluh persen, dan tidak ada seorangpun teman saya yang jadi meminjam catatan saya karena memang di perusahaan kami dulu tidak ada kewajiban membuat laporan usai pelatihan. ALHAMDULILLAH, cerpen ‘Catatan Pelatihan Administrasi Proyek’ saya yang saya beri judul ‘Hukuman untuk Mbok Darmi’ dimuat dalam buku kumpulan cerpen ‘Aku Ingin Melukis WajahMU’  produksi Forum Lingkar Pena Ranting UM Malang tahun dua ribu delapan.

Dari pengalaman tersebut ada beberapa hal yang saya dapatkan sebagai pelajaran berharga :


1.      Sebagai peserta, saya tidak lagi mau mengikuti pelatihan secara gratis, atau saya tidak akan mengikuti sebuah pelatihan hanya karena tidak berbayar.

Bilapun saya mendapatkan kesempatan mendapatkan pelatihan tanpa bayar, saya tetap harus membayar pelatihan tersebut dalam bentuk lain, misalkan dalam bentuk komitmen tindakan tertentu. Dengan cara itu saya tidak sembarangan mengikuti pelatihan, saya akan berusaha maksimal mendapatkan informasi tentang pelatihan yang akan saya ikuti. 

2.      Sebagai pemateri, atau trainer, saya harus memastikan mendapatkan hak berbicara di depan peserta pelatihan.

Saya mungkin punya materi untuk disampaikan, tetapi belum tentu saya mendapat hak untuk berbicara dari para peserta. Bisa jadi di awal saya mendapatkan hak itu, tapi karena cara saya berbicara tidak bagus sehingga membosankan atau tidak menyamankan maka peserta pelatihan akan mulai mencabut hak itu. Sebagai pemateri saya punya amanah menambah nilai tambah peserta pelatihan, karena sedikitnya mereka sudah menginvestasikan waktu mereka.

3.      Sebagai pemateri, atau trainer, saya akan mengondisikan kelas menjadi interaktif dan banyak partisipasi aktif dari peserta.

Sebuah ilmu yang baru bagi peserta sebuah pelatihan akan sangat sulit dipahami bila tidak dicoba dipraktikkan. Mungkin peserta merasa sudah memahami, tapi akan terbukti ada yang belum dimengerti saat mempraktikkannya langsung dan sangat sayang bila itu baru ditemukan seusai pelatihan.

4.      Sebagai pemimpin team saya tidak akan mengikutkan anggota team saya dalam sebuah pelatihan secara cuma-cuma.

Saya akan mewajibkan anggota team saya untuk mengeluarkan kontribusi besar bila ingin mendapatkan sebuah kelas pelatihan, meskipun tidak harus dalam bentuk uang. Bila mereka mengikuti sebuah pelatihan harus dengan upaya yang besar maka mereka akan mengikuti pelatihan dengan sangat serius, tak akan melewatkan waktu sedetikpun.

5.      Sebagai penulis saya sangat bersyukur karena punya peluang memroduksi karya dalam kondisi apapun.


Sebenarnya, siapapun, tidak punya alasan untuk tidak berkarya. Semua orang pasti punya sumber daya untuk menghasilkan sebuah karya yang bermanfaat, dalam kondisi apapun.




Bagaimana dengan Anda?