Saya sangat
prihatin dengan bertebarannya banner promo caleg yang bertebaran di
pohon-pohon. Para caleg itu memasang
bannernya secara serampangan sehingga secara estetika sangat mengganggu.
Semakin parah lagi sebagian besar mereka memasang bannernya dengan cara memaku
ke pohon, menurut saya hal tersebut adalah tindakan biadab.
Saya pernah
bekerja dalam team marketing, yang salah satu tugasnya adalah melakukan promo
produk juga dalam bentuk banner outdoor. Dulu tidak pernah sekalipun saya
izinkan team saya pasang banner dengan memaku pohon. Saya tegur keras bila ada
yang melanggarnya.
Menurut saya sikap yang menyayangi dan tak mau
menyakiti pohon bukanlah sikap berlebihan, karena sebagai manusia saya punya
amanah untuk menyayangi seluruh alam ciptaan Tuhan.
Beberapa
waktu yang lalu saya sangat kecewa karena mendapati wajah orang yang saya kenal
dipaku di pohon. Orang itu adalah caleg yang saat ini sudah atau sedang menjadi
anggota legislatif, yang rencananya akan saya pilih pada pemilu nanti. Saya
segera mengirim pesan ke beberapa orang yang saya anggap bisa menyampaikan
pesan saya kepada aleg tersebut. Saya kirimkan foto banner yang terpaku di
pohon itu diiringi pesan “Salam dari pohon yang teraniaya”.
Beberapa
saat kemudian saya mendapatkan balasan pesan yang kira-kira berbunyi :“Pesan
sudah saya sampaikan, berikut balasan : maaf
dan terima kasih atas kritiknya”. Saat itu saya agak lega dan berharap segera
ada perubahan.
Beberapa
minggu kemudian kekecewaan saya memuncak karena banner wajah aleg yang saya
kenal itu masih dengan arogannya menganiaya pohon.
Selain wajah
caleg, hampir semua partai peserta PEMILU dengan pongahnya memaku banner
kampanye mereka ke pohon, termasuk partai tempat caleg yang saya kenal
tersebut. Saya mendapat jawaban dari beberapa kader partai tersebut bahwa itu
perilaku team sukses bukan kader resmi partai. Maka saya sampaikan bahwa bila
masalah kecil tapi penting seperti itu saja partai tidak bisa mengendalikan
team suksesnya bagaimana mungkin partai itu pantas dipilih sebagai wakil
rakyat?
Saya
bereaksi hanya kepada satu partai itu, dan hanya kepada satu caleg itu karena
saya menyayangkan tindakannya dan berharap mereka bisa berubah, karena saya
berencana memilih mereka saat PEMILU nanti. Saya tidak peduli kepada caleg lain
dan partai lain. Tapi kepedulian saya ternyata tidak bersambut. Pesan teguran
saya tidak mereka gubris.
Saya sadar
diri, apalah arti satu suara saya dibanding dua atau lebih suara orang-orang
yang tidak peduli melihat pohon dianiaya. Apalah arti satu suara saya dibanding
dua atau lebih suara orang-orang yang memilih mereka, dan yang tidak peduli
mereka berbuat apapun saat proses kampanye. Bila saya tidak memilih, mereka
hanya kehilangan satu suara, tidak ada pengaruh significant untuk mendapatkan
kursi DPR.
Saya memang layak diabaikan.