“Pak filmnya kok gak seru ya…”
“Kami nonton bareng nih pak. Baru awal kami sudah
boring.Apalagi anak-anak SMA pak.”
“Film belum habis saya sudah ngantuk pak…”
“Film ini film drama dan plot/temponya lambat pak, bikin
bosan”
Begitulah beberapa sms yang masuk (sudah saya konversi dari
bahasa SMS ke bahasa yang lebih mudah dipahami) dari teman-teman pengurus FLP
Malang tentang film Invictus beberapa hari sebelum acara Bedah Film di SMK
Putera Indonesia Malang.
FLP Malang menerima tawaran dari yayasan Putera Indonesia
Malang (PIM) untuk merancang dan mengisi
acara memperingati peristiwa Sumpah Pemuda pada tanggal 29 Oktober 2012. Pihak
yayasan mengusulkan acara nonton bareng dan membedah filmnya. Jumlah peserta
ada dua ratus hingga lima ratus siswa dan kami harus mengisi acara selama empat
jam. Saya sampaikan kepada teman-teman FLP Malang bahwa tawaran ini sangat
menantang, karena perlu rencana, fasilitas, dan kerja lebih keras agar bisa
sukses mengendalikan siswa sebanyak itu, membuat mereka antusias berinteraksi
sampai akhir acara.
Kebetulan para pengurus FLP Malang sedang proses pelatihan
dan peningkatan kualitas dalam berbicara di depan publik. Tawaran dari yayasan
PIM akan menjadi sarana praktik langsung ke lapangan yang sesungguhnya,
meskipun proses pelatihan baru lima puluh persen. Entah karena tidak ada yang
berani, atau ingin menguji pelatihnya, saya yang diminta teman-teman sebagai main speaker acara ini. Saya menyanggupi
dengan syarat teman-teman hadir mendukung dan membantu saya maksimal.
Agak bingung juga memilih film yang akan dipertontonkan dan
dibedah bersama para siswa kelas sebelas SMK (zaman saya dulu nyebutnya kelas
dua). Bila kami memutar film documenter, sangat pesimis bisa mengundang minat
siswa untuk mau menonton sampai akhir, apalagi harus aktif. Namun bila kami
menyajikan film laga yang seru, apa yang bisa kami bedah dan mengaitkannya
dengan nilai-nilai kebangsaan dan sumpah pemuda. Ada yang mengusulkan film
Vertical Limit, Merah Putih, Kung Fu Panda, dan lain-lain. Setelah kami bahas
bersama belum ada film yang kami pilih sampai H-6, padahal untuk
mempersiapkannya kami terpotong hari-hari perayaan Idul Adha dan pemotongan
hewan kurban. Sebagian teman-teman pengurus FLP ada yang harus pulang kampong,
sehingga kecil sekali kesempatan untuk berkumpul membahas dan mempersiapkan
acara. Sebagai main speaker acara nanti saya merasa harus memilih dan
memutuskan sendiri satu film yang harus saya siapkan sendiri, dan ternyata
secara tiba-tiba terbersit film Invictus di benak saya (saya meyakini bahwa benak
saya di bawah kuasa ALLOH). Saya segera mencari film itu, dan membagikannya ke
teman-teman pengurus FLP Malang agar menontonnya dan memikirkan strategi
penyampaian film ini kepada siswa.
Saya pribadi sangat menyukai film Invictus yang sarat
pesan-pesan moral. Di film ini kita bisa menemukan pesan tentang persatuan,
kepemimpinan, kemanusiaan, kebangsaan, kekuatan maaf, komunikasi, kebahagiaan,
dan banyak lagi. Saya pastikan bahwa film ini adalah satu-satunya film yang
pernah saya tonton yang mengandung banyak sekali pesan positif. Saya beberapa
kali menontonnya dan beberapa kali pula membahas dengan anak sulung saya, Coqi,
dan saat memilih film ini pun saya minta pendapatnya.
Pendapat dan kesukaan saya pada film ini ternyata tidak
seirama dengan sebagian besar teman-teman pengurus FLP Malang setelah mereka
menontonnya. Banyak teman-teman yang pesimis bahwa film ini bisa membuat
ratusan siswa mau bertahan menonton sampai akhir dan aktif berinteraksi. SMS
komentar dari mereka saya balas dengan SMS yang intinya seperti ini :
“Bila Invictus kurang bagus saya mohon bantuan teman-teman
mencarikan film lain sekaligus merencanakan strategi penyampaiannya.Saya
sendiri akan fokus menyiapkan Invictus.Hari Minggu sore (H-1) kita bertemu dan
kita tentukan film mana yang akan kita bawakan.Misal teman-teman tidak
menemukan film pengganti paling tidak saya sudah siap dengan Invictus” (Panjang
juga SMS saya, mungkin terkirim dalam tiga SMS)
Pada H-1 kami memutuskan menggunakan film Invictus.
Bagaimana strategi kami? Insya ALLOH akan saya lanjutkan
pada tulisan berikutnya. Yang pasti pada akhir acara bedah film ada sembilan puluh
persen siswa yang bertahan, mereka dengan semangat dan antusias bersama-sama membaca ikrar Sumpah
Pemuda serta menyanyikan lagu Indonesia Raya.
0 komentar:
Posting Komentar