Rabu, 31 Agustus 2022

Pak Saelan - Sosok Umar Bakri

Saelan...Nama dalam satu kata. Kami memanggilnya Pak Saelan. Guru kami kelas enam di SDN Jemberkidul 1 (sekarang SDN Kepatihan 1), di Kabupaten Jember. Seingat saya, sejak saya masuk SD, Pak Saelan selalu menjadi guru kelas enam. Setelah saya lulus SD, saya tidak tahu apakah beliau tetap mengajar kelas enam atau sempat mengajar kelas lain.

Waktu masih kelas 5 saya sering mendengar rumor, dulu istilahnya pergunjingan, tentang beliau sebagai guru killer. Angker. Waktu itu saya takut membayangkan akan diajar beliau di kelas enam. Serem.

Saat kelas enam, diajar beliau, saya jadi bingung dan heran. Apanya yang killer...? Mananya yang angker..? Saya justru sangat menikmati cara beliau mengajar.

Sosok Inspiratif 

Beliau memang bukan guru yang ramah. Hampir tidak pernah senyum, apalagi tertawa. Disiplin waktu. Tiada hari tanpa ulangan. Namun saya rasakan keikhlasan yang sangat kuat dari sikap-sikapnya tersebut. Saya merasa bahagia di kelas beliau, dan saya yakin itu disebabkan pancaran gelombang kebahagiaan beliau, meskipun tanpa senyum.

Saya sangat terkesan pada cara beliau mengajar, metodenya unik. Mungkinkah saya terkesan karena waktu itu hampir selalu mendapatkan kepuasan meraih nilai tertinggi? Untuk setiap ulangan, setiap hari. Atau sebaliknya, keberhasilan meraih nilai tertinggi yang saya raih karena senang pada cara beliau mengajar, karena saya menikmati proses belajar?

Entahlah. 

Yang pasti sejak diajar beliau saya jadi bercita-cita jadi guru. Sejak itu saya jadi sering  membayangkan betapa bahagianya bila bisa berbagi ilmu kepada orang lain. Saya jadi sering membayangkan kebahagiaan jadi guru yang mencurahkan hidupnya untuk membimbing anak-anak, membantunya merajut masa depan. Sosok Pak Saelan yang menginspirasi cita-cita saya.

Sejak merasakan kelas Pak Saelan saya juga jadi suka mengamati cara mengajar guru. Seringkali saya membuat catatan tentang kelemahan-kelemahan metode pengajaran guru, dan membuat rekomendasi perbaikannya. Catatan pribadi, untuk kepentingan sendiri yang mungkin berguna ketika saya menjadi guru.

Namun sayangnya, Ibunda kurang setuju bila saya memilih profesi sebagai guru. Alasan utamanya adalah masalah ekonomi. Ibunda ragu seorang guru bisa cerah masa depannya. Saya patuh kepada Ibunda. Namun, meskipun tidak secara formal jadi guru, sampai sekarang saya selalu berusaha menggunakan kesempatan yang ada untuk mendapatkan kebahagiaan dengan berbagi ilmu, membimbing orang lain menjadi lebih baik, lebih bahagia.

Sosok Umar Bakri

Bagi saya Pak Saelan adalah ‘Umar Bakri’ yang sebenarnya. Waktu mengajar kami dulu motor Pak Saelan sudah tua, butut. Motor Pak Saelan tidak bisa melewati genangan air, pasti mogok. Padahal kalau musim hujan jalanan di sekitar rumah beliau sering terendam air. Maka beliau pun berangkat ke sekolah dengan mengendarai sepeda kumbang. 

Mendekati Ujian Nasional Pak Saelan memberi kami tambahan kelas di sore hari, les bimbingan belajar gratis. Di kota kami waktu itu seringkali hujan turun siang hari, dan ketika sore hujan reda. Bila siang hujan, sorenya Pak Saelan sering terlambat datang ke sekolah, karena harus mengayuh sepeda kumbang dari rumahnya yang lumayan jauh jaraknya dari sekolah. Kami yang sudah hadir semua dari halam sekolah akan memandangi datangnya Pak Saelan dengan sepeda kumbangnya. Mungkin beberapa orang teman ada yang memandang kedatangan Pak Saelan dengan perasaan kecewa karena les tidak jadi libur. Sedangkan saya saat itu, selalu memandang Pak Saelan di atas sepeda kumbangnya sebagai sosok Umar Bakri sejati, keren...Citra itu melekat dalam benak saya sampai saat ini.

Sosok Istimewa

Sampai saat ini Pak Saelan tidak tergantikan dalam benak saya. Sosok guru sederhana yang mendedikasikan hidupnya untuk mendidik. Saya sangat menghargai semua guru yang pernah mengajar saya. Saya yakin semua guru sudah ikhlas mengajar dan mendidik saya. Namun bagi saya Pak Saelan yang paling istimewa.

Pak Saelan manusia biasa, yang juga punya banyak kelemahan, kesalahan. Salah satunya adalah kebiasaan beliau merokok di dalam kelas. Beliau bisa menghabiskan berbatang-batang rokok setiap hari di dalam kelas. Kebiasaan yang saya benci. Saya sangat anti rokok, dan sulit untuk menghargai orang yang merokok di depan saya, bahkan kepada kerabat yang lebih tua sekalipun. Namun khusus untuk Pak Saelan saya bersikap beda. Saya tidak pernah mempermasalahkannya. 

Setiap kali mengenang Pak Saelan yang saya ingat adalah kesederhanaan dan komitmen mengajar yang tinggi. Semoga semua ilmu yang saya dapat dari beliau, inspirasi dan motivasi yang saya rasakan, menjadi amal jariyah untuk beliau. Pahala yang akan terus mengalir bagi beliau, sehingga membuat beliau mendapatkan kebahagiaan di alam kubur.


0 komentar:

Posting Komentar