Senin, 10 Maret 2014

Cita-cita Coqi

“Piye toh Coq orang ini…Bisa-bisanya dia minta didukung di PEMILU agar bisa melakukan perubahan…Jelas-jelas partainya adalah tiga partai terbesar perolehan suaranya di PEMILU lalu, dan lima tahun ini partainya tidak berbuat yang significant untuk rakyat, malah alegnya banyak yang korupsi. Kok gak malu minta dipilih lagi…!?!?” Saya mengomentari  pidato politik seorang tokoh partai dalam promonya di televisi.

“Hehehehe iya Pak…Nggak lucu…” Coqi terkekeh mendengar  gerutuan saya.

“Politikus itu memang pelawak-pelawak yang gak lucu Coq…”

Coqi  tertarik pada politik sejak usia lima tahun, sejak dia mulai belajar membaca. Saat itu memang sedang puncak pemilihan presiden langsung untuk pertama kalinya. Mungkin Coqi tertarik dengan bertebarannya banner kampanye calon presiden. Di usianya yang sangat muda itu Coqi sudah sangat antusias mengikuti berita politik baik dengan membaca media cetak maupun menonton televisi. Saat itu, dengan gaya khas anak-anak, dia sudah bisa menganalisa para calon presiden dan partai-partainya. Coqi pun bercita-cita menjadi  presiden.

Pernah saat  di sekolahnya disuruh gurunya membuat kreasi bentuk tertentu, sementara teman-temannya membuat bentuk benda-benda yang nyata seperti rumah, pesawat, mobil dan lain-lain, Coqi membuat bentuk yang absurd dan menyebutnya sebagai kursi DPR. Pada usia sembilan tahun Coqi menyumbangkan uang tabungannya  untuk dana kampanye salah satu calon Walikota Malang yang dia sukai.

Bersama dengan berjalannya waktu, Coqi semakin dewasa, minat mengamati politik tidak berkurang tetapi cita-citanya berubah. “Nggak jadi dech Pak…Presiden itu amanatnya sangat besar, terlalu berat”

Saat ini Coqi menemukan sendiri bahwa dia sangat berminat menjadi journalist dan comedian, dan memang sikapnya menunjukkan itu. Saat saya mengambil raport kenaikan kelas, wali kelasnya menyampaikan bahwa Coqi suka menghibur guru dan teman-temannya dengan banyolan-banyolannya. Bila tertarik pada sesuatu, seperti film atau berita tertentu, maka Coqi akan segera melakukan penggalian data sebanyak-banyaknya. Sambil menonton siaran ulang acara penganugerahan piala Oscar, Coqi mampu menjelaskan tentang  film  dan actor- actress  yang mendapatkan piala Oscar cukup detil.

Sejak  SD Coqi selalu mewakili sekolahnya mengikuti lomba pidato agama. Coqi selalu menang di tingkat kecamatan tapi tidak pernah menang di tingkat kota. Menurut analisa gurunya hal itu disebabkan  Coqi menolak memasukkan banyak unsur-unsur banyolan dalam pidato-ceramahnya, sedangkan juri-juri lomba pidato tingkat kota sangat apresiatif pada pidato yang kocak atau lucu.

“Daripada ceramah berisi banyolan mending sekalian aku melawak tapi berisi pesan-pesan moral Pak….!”

Sampai sekarang Coqi masih suka berdiskusi tentang politik, meskipun tidak lagi berminat terjun ke dalamnya. Saya belum mendengar secara verbal, tapi saya yakin dalam hatinya Coqi punya pernyataan :

“Daripada jadi politikus yang omongannya seperti  lawakan yang tidak lucu, mending  jadi  pelawak yang menghibur dan mencerdaskan penontonnya”


Semoga Tuhan selalu menunjukkan jalan yang terbaik untuk Coqi, doa seorang bapak yang memasrahkan masa depan anaknya kepada Yang Maha Kuasa.

0 komentar:

Posting Komentar